Ilmu yang Paling Prinsip (Syarah Al-Ushuluts Tsalatsah Bagian 1)
Ini adalah penjelasan dari kitab Al-Ushuluts Tsalatsah
Muallif
berkata:
بسم الله الرحمن الرحيم
Artinya:
“Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Penjelasan:
Basmalah
biasa diucapkan oleh kaum muslimin untuk memulai suatu pekerjaan. Hal ini
didasarkan pada sebuah hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لا يُبْدَأُ فِيهِ بِذِكْرِ اللَّهِ أَقْطَعُ
Artinya:
“Setiap perkara yang hendak dikerjakan, dimana perkara itu tidak dimulai dengan
menyebut nama Allah, maka amalan itu terputus.” (HR. Daruquthni)
Hal ini karena segala amal kebaikan, baik yang lahir maupun yang batin, baik lisan, tulisan maupun anggota badan yang lain, hendaknya ditujukan dan diniatkan karena Allah Azza wa Jalla semata. Pekerjaan baik yang diniatkan semata-mata karena Allah, maka perkara tersebut akan diganjar oleh Allah dengan sebaik-baik ganjaran. Allah berfirman:
فمن يعمل مثقال ذرّة خيرا يره
Artinya:
“Maka barangsiapa yang beramal kebaikan seberat zarrah, dia akan melihat
balasannya.” (QS. Al-Zalzalah: 7)
-------
Muallif
berkata:
اعلم رحمك الله أنّه يجب علينا تعلّم أربع مسائل
Artinya:
“Ketahuilah - semoga Allah merahmatimu -, bahwasanya wajib atas kita untuk
mempelajari empat perkara.”
Penjelasan:
“Ketahuilah!”
Kata ini adalah kata perintah yang dengannya seolah-olah pengarang ingin
menunjukkan bahwa perkara yang hendak beliau sampaikan adalah sesuatu yang
sangat penting. Maka seyogianya kita memperhatikan perkara ini!
“Semoga Allah merahmatimu.” Inilah akhlak para ulama, senantiasa mendoakan kebaikan bagi sesama muslim. Memperbanyak doa adalah bagian dari perkara yang dianjurkan oleh Nabi. Doa apa saja yang penting baik. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa para sahabat berkata kepada Nabi:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِذًا نُكْثِرُ، قَالَ: اللَّهُ أَكْثَرُ
Artinya:
“Ya Rasulullah, jika demikian (Allah pasti mengabulkan doa), kita akan
memperbanyak (doa-doa kita). Rasulullah bersabda: “Allah lebih banyak
(pengabulan doanya).” (Al-Mustadrak lis Shahihain).
Pengarang kemudian menjelaskan bahwa ada empat perkara yang harus kita ketahui. Perkara ini adalah perkara dasar, tidak boleh tidak diketahui.
------
المسألة الأولى، العلم وهو معرفة الله ومعرفة نبيّه صلّى الله عليه
وسلّم ومعرفة دين الإسلام بالأدلّة
Artinya:
“Perkara pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengenal Agama Islam dengan dalil-dalil.”
Penjelasan:
Ilmu
adalah dasar dari semua kebahagiaan, baik bahagia di dunia maupun di akhirat.
Dengan ilmu kita mampu mengetahui perintah dan larangan, mampu membedakan halal
dan haram, taat dan maksiat, sunnah dan bid’ah serta tauhid dan syirik.
Terlalu banyak dalil yang menjelaskan tentang perintah mencari ilmu, keutamaan mencari ilmu dan fadhilah orang-orang yang berilmu. Hingga Allah memberikan sindiran halus:
قل هل يستوى الذين يعلمون والذين لا يعلمون
Artinya:
“Katakanlah, apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu?” (QS. Az-Zumar: 9)
Kemudian pengarang menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksud di sini, yang semua orang wajib mengetahuinya adalah:
Pertama, mengenal Allah. Dengan cara mempelajari tauhid beserta seluruh perkara yang berkaitan dengannya. Di antaranya tentang masalah syahadat, rukun-rukunnya, syarat-syaratnya dan konsekuensi-konsekuensinya. Mempelajari Nama-Nama-Nya yang baik dan Sifat-Sifat-Nya yang tinggi. Termasuk juga di antara mempelajari tauhid adalah mempelajari syirik dan bahaya-bahayanya.
Kedua, mengenal Nabi-Nya. Terkhusus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi yang kita ikuti syariatnya. Beriman kepada Nabi selain Nabi Muhammad adalah perkara wajib, namun kita tidak menjalankan syariat mereka kecuali syariat-syariat yang direkomendasikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun beriman kepada Nabi Muhammad, adalah beriman kepadanya sekaligus menjalankan syariat-syariatnya.
Dan yang ketiga, di antara ilmu yang wajib kita ketahui adalah mengenal Agama Islam dengan dalil. Di sini pengarang memberikan titik tekan bahwa mengenal Agama Islam haruslah dengan dalil. Karena agama ini tidak dibangun di atas logika manusia.
Sederhana sebenarnya, karena jika Agama Islam ini dibangun di atas logika manusia, maka manusia manakah yang logikanya akan diikuti? Sementara logika manusia itu tingkatannya berbeda-beda. Maka mengembalikan agama ini kepada dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah adalah satu-satunya jalan untuk menyatukan umat. Dan memang inilah yang harus kita lakukan. Wallahu a’lam.
Bersambung
insya Allah..
Temanggung,
11 Muharram 1442 H / 30 Agustus 2020 M