Menyantap Semangkuk Kesabaran (Syarah Al-Ushuluts Tsalatsah Bagian 3)
Muallif
berkata:
المسألة الرابعة الصبر على الأذى فيه
Artinya:
“Perkara yang keempat (yang wajib dipelajari oleh setiap muslim) adalah sabar
terhadap cobaan di dalamnya.”
Setelah muallif menyebutkan tiga perkara sebelumnya yaitu ilmu, mengamalkan ilmunya dan mendakwahkan ilmu tersebut, maka muallif kemudian menyebutkan perkara yang keempat yaitu sabar terhadap gangguan di dalamnya.
Allah mensyariatkan kewajiban menuntut ilmu, mengamalkan dan mendakwahkannya bukan tanpa rintangan dan ujian. Fitrah kehidupan manusia adalah bahwa hidup ini akan ada cobaan di dalamnya. Baik sering maupun jarang, baik besar maupaun kecil.
Begitu pula dalam ilmu, amal dan dakwah. Cobaan yang datang bisa berupa cobaan fisik, harta bahkan nyawa. Di antara coabaan yang berupa fisik misalnya mendapatkan halangan dari orang-orang yang tidak suka dengan dakwah. Sebagaimana umat Nabi Nuh yang menghalangi dakwahnya Nabi Nuh, sebagaimana Fir’aun yang menghalangi dakwah Nabi Musa, dan sebagaimana kafir Quraisy yang menghalangi dakwah Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam.
Allah menciptakan hidup ini dengan berpasang-pasangan. Ada siang ada malam, ada terik ada hujan, ada laki-laki ada perempuan, ada panas ada dingin, begitu pula ada manusia baik dan ada manusia buruk. Dan bahwa kebaikan itu akan senantiasa bertolak belakang dengan keburukan.
Di sini, orang-orang yang mengemban amanah dakwah terkadang mendapatkan halangan. Pada bagian sebelumnya kita sebutkan berbagai macam dan sarana dakwah. Maka berdakwah dengan lisan, bisa jadi ada yang tidak suka. Berdakwah dengan sharing kebaikan di media sosial, ada saja yang nyinyir dan bahkan membully dengan berbagai macam cara. Bahkan jika dakwah itu lewat video, maka terkadang video itu akan dipotong menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan oleh pendakwah. Dan ini sudah sering terjadi.
Cobaan yang datang kadang juga berupa harta. Orang-orang yang menuntut ilmu biasanya mendapatkan cobaan ini. Mereka yang merantau untuk mencari ilmu terkadang kehabisan bekal sampai ia harus berjualan demi mencari sesuap nasi. Tidak jarang mereka harus rela makan sehari sekali.
Kita teringat dengan firman Allah:
أم حسبتم أن تدخلوا الجنّة ولمّا يأتكم مثل
الذين خلوا من قبلكم مسّتهم البأساء والضرّاء وزلزلوا حتّى يقول الرسول والذين
ءامنوا معه متى نصر الله ألا إنّ نصر الله قريب
Artinya:
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu.
Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai
cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,
“Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah
itu dekat.”
Ayat ini mengingatkan kepada kita tentang akan adanya cobaan yang dialami oleh kaum muslimin, baik raga maupun harta.
Oh ya, ada yang belum kita singgung yaitu tentang cobaan ketika kita mengamalkan ilmu. Apakah ada cobaan dalam mengamalkan ilmu? Justru inilah cobaan yang paling berat. Jika cobaan dalam mencari ilmu dan mendakwahkan ilmu bisa dilihat oleh mata, jelas di hadapan kita dan bisa kita identifikasi jenisnya, maka cobaan dalam mengamalkan itu tidak seperti itu keadaannya. Seringnya ia berupa bisikan syetan dari dalam diri kita sendiri.
Bisikan-bisikan itu ada beberapa macam. Diantaranya adalah bisikan untuk tidak mengamalkan ilmu tersebut lantaran malas, enggan atau bahkan lalai. Syetan memberikan was-was untuk tidak mengamalkannya dengan alasan amalan itu monoton, itu-itu saja.
Di antara bisikan syetan yang lain adalah menjadikan amalan itu sebagai amalan musiman. Ketika syetan tidak berhasil menggoda manusia untuk meninggalkan amal itu, maka syetan mengambil jalan ini. Sehingga amalnya tidak kontinyu atau dawam. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أحبّ الأعمال إلى الله تعالى أدومها وإن
قلّ
Artinya:
“Amal yang paling Allah cintai adalah yang paling kontinyu meskipun sedikit.”
(HR. Muslim)
Ketika syetan tidak mempu menggoda dengan bisikan-bisikan itu, maka syetan menggoda dengan cara selanjutnya, yaitu menjadikan amal ibadah yang dia kerjakan seolah-olah kurang, padahal amal itu sudah sesuai dengan perintah Allah dan juga petunjuk Rasulullah. Sehingga mereka manambah amal ibadah itu, sesuatu yang tidak dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pada bisikan syetan inilah manusia sering tidak sadar, di antara sebabnya adalah karena ia menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah ibadah yang nyata. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو ردّ
Artinya:
“Barangsiapa yang melakukan amal (ibadah) yang tidak ada perintah dari kami
maka ia tertolak.”
Maka dari itu, pada tempat-tempat inilah kita harus ekstra sabar.
-------
Muallif
berkata:
والدليل قوله تعالى، بسم الله الرحمن
الرحيم، والعصر، إنّ الإنسان لفي خسر، إلّا الذين أمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا
بالحقّ وتواصوا بالصبر
Artinya: “Dan
dalilnya adalah firman Allah Ta’ala, - Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang -. ‘Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam
keadaan rugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan saling
menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-Ashr).
Begitu dalil yang diungkapkan oleh muallif. Kemudian muallif juga mengungkapkan perkataan Imam Syafii tentang surat tersebut.
Muallif berkata:
قال الشافعي رحمه الله تعالى، لو ما أنزل
الله حجّة على خلقه إلّا هذه السورة لكفتهم
Artinya:
“Imam Syafi’i berkata, ‘Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah kepada
makhluk-Nya kecuali surat ini (Al-Ashr), maka (surat ini) telah mencukupi bagi
mereka.”
Ini disebabkan karena batapa luasnya makna yang terkandung di dalam surat al-Ashr, bahwa saling menasihati dalam kesabaran menjadi indikator tidak meruginya seseorang. Kita tahu bahwa manusia itu hanya ada dua macam, merugi dan beruntung. Merugi berarti terkena ancaman neraka sementara beruntung berarti mendapatkan janji surga.
Wallahu
a’lam.
Temanggung, 16 Muharram 1442 H / 04 September 2020 M