Apa itu Wahyu?
DEFINISI
WAHYU MENURUT BAHASA
Secara bahasa kata
wahyu (وحي) bermakna pemberitahuan yang cepat dan tersembunyi.
(Ushul al-Iman hal. 99)
Pengertian wahyu
secara bahasa ini mencakup beberapa makna:
Makna
Pertama, ilham fitrah bagi manusia. Seperti ilham yang diberikan kepada ibunya
Nabi Musa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَوْحَيْنَا
إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ
“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah
dia…’” (QS. Al-Qashash: 7)
Pada ayat tersebut Allah berfirman dengan
menggunakan kalimat auhaina (أوحينا) yang arti aslinya adalah Kami mewahyukan, karena auhaina (أوحينا) berasal dari kata auha (أوحى) artinya adalah mewahyukan.
Namun pada ayat tersebut kata auhaina (أوحينا) tidak
dimaknai sebagai memberi wahyu dalam artian wahyu seperti untuk para Nabi,
namun dimaknai sebagai Kami mengilhamkan.
Penjelasan ini membawa
kita pada satu pemahaman bahwa kata wahyu (الوحي) secara bahasa
bisa bermakna ilham.
Contoh lain dari ilham
di sini, seorang bayi umur satu tahun, tanpa ada satu orang pun yang mengajarinya
dia bisa buang air besar dengan cara yang sama dengan manusia lain. Seorang suami
dan istri yang baru saja menikah, mereka tahu bagaimana cara berhubungan suami
istri tanpa ada satu orang pun yang mengajarakan caranya kepada mereka. Ini semua
lantaran ilham yang Allah berikan kepada manusia.
Makna Kedua, ilham yang berupa naluri atau insting untuk hewan.
Contohnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَأَوْحَىٰ
رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ
الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah:
‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibikin manusia.’" (QS.
An-Nahl: 68)
Hewan adalah makhluk yang tidak punya
akal fikiran untuk menentukan baik dan buruk, serta tidak memiliki ide atau
gagasan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Namun dalam ayat tersebut Allah
memberikan “wahyu” kepada lebah untuk membuat sarang-sarang di bukit,
pohon dan rumah manusia. Wahyu di sini berupa naluri alami yang dimiliki oleh
hewan tanpa ada proses berfikir dan merenung. Allah yang memberikan naluri itu
kepada hewan.
Pemberian naluri kepada hewan dalam
ayat tersebut menggunakan kalimat auha (أوحى).
Contoh lain
dari naluri hewan adalah apa yang terjadi pada induk kucing yang membawa
anaknya dengan cara digigit bagian leher si anak kucing tanpa menyakiti si anak
kucing. Pengetahuan yang dimiliki oleh induk kucing tentang cara membawa anak
kucing adalah pengetahuan yang tidak didapatkan dari proses belajar, apalagi
kursus. Induk kucing memiliki pengetahuan dan kecakapan itu karena telah mendapatkan
“wahyu” dari Allah yang berupa naluri atau insting.
Seekor ayam betina
yang bertelur, setelah telurnya terkumpul beberapa butir, lantas ayam betina
tersebut mengerami telurnya dalam jangka waktu tertentu hingga akhirnya telur
tersebut menetas menjadi anak ayam. Pernahkah seekor ayam belajar tentang cara
mengerami ayam? Atau adakah ayam lain yang memberi tahu jika telurnya harus
dierami agar menjadi ayam? Rasanya tidak ada. Ayam tahu cara mengerami telur,
karena Allah telah memberikan “wahyu” yang berupa naluri kepada ayam untuk melakukan
perbuatan tersebut.
Makna Ketiga, isyarat, tanda atau saran. Seperti saran Nabi
Zakariya kepada kaumnya:
فَخَرَجَ
عَلَىٰ قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَىٰ إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً
وَعَشِيًّا
“Maka ia keluar dari mihrab menuju
kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di
waktu pagi dan petang.” (QS. Maryam: 11)
Pada ayat tersebut makna isyarat
ditunjukkan dengan kata fa auha (فأوحى) yang arti dasarnya adalah lalu
ia memberi wahyu. Oleh karenanya, di ayat ini kata “wahyu” dimaknai dengan isyarat.
Makna Keempat, bisikan-bisikan syetan dan hiasan keburukan yang dilancarkan
oleh syetan kepada pengikut-pengikutnya. Seperti dalam firman Allah subhanahu
wa ta’ala:
وَإِنَّ
الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ
“Sesungguhnya
syetan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu”. (QS. Al-An’am: 121)
Kata yuuhuna
(يوحون) berbentuk jamak/plural,
yang kata tunggalnya adalah yuhi (يوحي), sementara kata yuhi (يوحي) sendiri berasal dari kata wahyun (وحي).
Kata wahyu pada ayat tersebut dimaknai dengan
bisikan-bisikan. Dari sini kita bisa memahami bahwa wahyu bisa bermakna
bisikan-bisakan, di antaranya adalah bisikan-bisikan syetan yang dihembuskan
kepada kawan-kawan syetan.
Makna Kelima, perintah yang Allah subhanhu wa ta’ala sampaikan kepada
para malaikat. Seperti dalam firman-Nya:
إِذْ يُوحِي
رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا
“(Ingatlah),
ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman.’” (QS. Al-Anfal: 12)
Ayat tersebut
menjelaskan bahwa Allah memberi wahyu kepada para malaikat. Wahyu di
sini bermakna perintah yang Allah berikan kepada para malaikat untuk dikerjakan
oleh para malaikat.
DEFINISI
WAHYU MENURUT ISTILAH
Adapun wahyu
secara istilah syara’ bermakna:
إعلام الله
أنبياءه بما يريد أن يبلغه إليهم، من شرع أو كتاب بواسطة أو غير واسطة
“Pemberitahuan dari Allah kepada para Nabi-Nya dengan sesuatu yang
Allah kehendaki untuk disampaikan kepada mereka, berupa syariat atau kitab,
baik dengan langsung maupun tidak langsung.” (Ushul al-Iman).
Oleh karenanya,
pengertian wahyu dari sisi istilah adalah wahyu yang diberikan terbatas hanya kepada
para Nabi dan Rasul, tidak kepada makhluk yang lain. Ini berbeda dengan makna
wahyu dari sisi bahasa. Wahyu inilah yang kemudian berlaku untuk umat manusia
menjadi suatu hukum, syariat dan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia
sesuai dengan wahyu yang Allah turunkan kepada mereka. Wallahu a’lam.
Temanggung,
16 Sya’ban 1442 H / 30 Maret 2021 M.
Referensi:
Ushul
al-Iman karya Nukhbah min al-Ulama’ – pengantar oleh Syaikh Shalih bin Abdul
Aziz Alu Syaikh, penerbit Dar I’lam as-Sunnah Kairo Mesir, cetakan pertama
tahun 2011 M.
[tafsirq.com]
Sumber
gambar:
[www.npc.or.id]
sudah ustadz (aisyah adzkia)